,

Dokter PPDS Undip diduga bunuh diri karena perundungan dan beban kerja yang berat

Dokter PPDS Undip diduga bunuh diri karena perundungan dan beban kerja yang berat

seputarharian . Kematian dokter Aulia Risma Lestari yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) memicu perdebatan tentang perundungan dan beban kerja. Pengamat kesehatan menekankan agar kematian dokter tersebut tidak ditutupi dengan dalih apa pun
Menurut pengamat kesehatan dari lembaga kajian CISDI, Diah Saminarsih, dengan membuka dan mengakui adanya dugaan perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang disebut beberapa pihak melatari kematian korban, maka persoalan serupa di masa mendatang bisa dicegah.

Jangan sampai kasus tersebut “menjadi puncak gunung es” yang tak kunjung terselesaikan, kata Diah.

Sebelumnya, tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkes sudah turun ke RS Kariadi dan Undip untuk menginvestigasi pemicu dugaan bunuh diri dokter Aulia demi memastikan ada unsur perundungan atau tidak.

Kemenkes juga menyatakan tidak sungkan melakukan tindakan tegas seperti mencabut Surat Izin Praktik dan Surat Tanda Registrasi bila ada dokter senior yang melakukan praktik bullying (perundungan) yang berakibat kematian.
Namun, Undip mengeklaim kematian mahasiswanya itu tak ada kaitan dengan perundungan dan mengungkap adanya indikasi masalah kesehatan, merujuk pada hasil investigasi internal – tanpa menjelaskan lebih lanjut proses investigasi dan siapa saja yang terlibat.

Sementara itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui adanya perundungan selama PPDS kendati menyebut saat ini sudah berkurang 80%, seraya menambahkan beban kerja yang panjang hingga lebih dari 24 jam menjadi faktor utama pemicu stres pada para dokter residen.

Bagaimana kronologinya?

Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono, menuturkan awal mula ditemukannya jenazah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Universitas Diponegoro, Aulia Risma Lestari, pada Senin (12/08) pukul 23:00 WIB di kamar kosnya di kawasan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur.

Awalnya, kata Kompol Agus, ada laporan dari pria yang mengaku teman dekat korban tidak bisa menghubunginya sejak pagi. Bahkan panggilan dari rekan sejawat dan atasannya juga tak kunjung direspons sepanjang hari.

Teman dekat korban, menurut Kompol Agus, lantas memutuskan untuk mendatangi tempat kos korban untuk memastikan kondisinya.

Ketika sampai di lokasi, teman dekat korban mengeklaim mendapati pintu kamar kos dalam keadaan tertutup rapat. Kompol Agus mengatakan, teman dekat korban mengaku mencoba mengetuk pintu kamar sebanyak dua kali, namun lagi-lagi tak ada jawaban.

“Akhirnya dipanggil tukang kunci dan ditemukan sudah meninggal,” ujar Kompol Agus.

Kompol Agus menuturkan, korban ditemukan dengan kondisi wajah kebiruan serta posisi miring seperti orang sedang tidur.

“Mukanya biru-biru sedikit sama pahanya, seperti orang tidur,” sambungnya.

Di tempat kejadian perkara, polisi menemukan buku harian korban yang menceritakan bahwa dia mengalami masa sulit selama kuliah kedokteran dan menyinggung urusan dengan seniornya.

“Dia mungkin sudah komunikasi sama ibunya karena melihat buku hariannya itu, kelihatan [korban] merasa berat dengan pelajarannya, senior-seniornya,” tambahnya.

“Ibunya memang menyadari anak itu minta resign, sudah enggak kuat. Sudah curhat sama ibunya, satu mungkin [karena] sekolah, kedua mungkin menghadapi seniornya. Seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini dan itu, keras…”

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap mahasiswa PPDS Anastesi Undip ini, polisi, menyebut korban diduga menyuntikkan sendiri obat penenang ke tubuhnya.

Apakah perundungan yang melatari kematian korban?

Dalam perkembangan terbaru, Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Andika Dharma Sena, mengatakan pihaknya masih mendalami adanya dugaan perundungan yang dialami korban.

Untuk itu polisi akan menjadwalkan pemanggilan terhadap rekan kerja korban untuk dimintai keterangan.

Selain juga berkoodinasi dengan internal Undip Semarang.

Adapun terkait dengan buku harian korban yang berisi tentang kondisinya selama menempuh pendidikan dokter spesialis, dia menyebut buku tersebut tidak bisa diasumsikan berkaitan dengan dugaan perundungan.

Korban ini juga sering curhat ke ibunya, kemudian isi buku harian, semua akan didalami. Jangan berasumsi isi buku harian ini perundungan,” ujarnya seperti dilansir kantor berita Antara.

Ia menerangkan bahwa persoalan yang diceritakan oleh korban kepada ibunya melalui buku harian berkaitan dengan pembelajaran yang sedang dijalani.

Sementara soal penyebab kematian, polisi menyebut tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

“Hanya ditemukan sisa wadah obat keras dan luka suntik.”

Menurut dokter, sebutnya, obat keras tersebut tidak boleh disuntikkan ke dalam tubuh.

Beda klaim Kemenkes dan Undip soal penyebab kematian dokter Aulia

Pada waktu yang bersamaan dengan penyelidikan polisi, Kementerian Kesehatan telah menurunkan tim Inspektorat Jenderal untuk melakukan investigasi soal pemicu dugaan bunuh diri korban apakah terkait dengan perundungan atau tidak.

Tim ini diharapkan selesai bekerja dalam waktu satu pekan, kata Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, SIti Nadia Tarmizi.

Investigasi Itjen, sambungnya, akan mencakup kegiatan korban selama menjalani program residensi di RS Kariadi, Semarang.
“Walau PPDS ini program Undip, Kemenkes tidak bisa lepas tangan karena yang bersangkutan juga melakukan pendidikannya di lingkungan RS Kariadi sebagai UPT Kemenkes,” ujar Nadia.

Kemenkes juga sudah berkoordinasi dengan Mendikbudristek sebagai pembina Undip serta Dekan FK Undip dalam melakukan investigasi ini.

Selama proses investigasi berlangsung, kata Nadia, pihaknya menghentikan sementara kegiatan PPDS Anastesi Undip di RS Kariadi. Tujuannya agar menciptakan suasana yang nyaman bagi para dokter junior untuk “berbicara apa adanya tanpa ada intimidasi dari senior”.

Dan jika pemeriksaan terhadap kematian dokter Aulia selesai, maka kegiatan PPDS Anastesi Undip bisa dibuka kembali.

Terakhir, Nadia menyampaikan Kemenkes tidak sungkan melakukan tindakan tegas seperti mencabut Surat Izin Praktik dan Surat Tanda Registrasi bila ada dokter senior yang melakukan praktik perundungan yang berakibat kematian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *